STUNTING
Status gizi pendek (Stunting) adalah kondisi ketika
tinggi badan seseorang lebih pendek dibandingkan dengan tinggi badan orang lain.
Hal ini disebabkan oleh salah satu keadaan dimana seseorang mengalami
kekurangan zat gizi yang kronis. Kekurangan gizi tersebut terjadi sejak anak
didalam kandungan ibunya dan di awal-awal kelahiran, akan tetapi gejala ini
mulai tampak pada saat anak berusia 2 tahun.
Stunting pada usia dini dapat menaikkan angka kematian
bayi dan anak, penderita menjadi mudah sakit dan memiliki postur tubuh tidak maksimal
saat dewasa. Dampak stunting dalam jangka panjang berpengaruh pada perkembangan
kognitif, kemampuan belajar hingga produktifitasnya di masa dewasa. Stunting menimbulkan
penurunan sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko penyakit.
Kecenderungan penyakit kardiovaskular, diabetes, tekanan darah tinggi, gagal
jantung, dan obesitas meningkat ketika anak stunting beranjak dewasa.
PENYEBAB STUNTING
Menurut UNICEF Framework terdapat 3 faktor utama
penyebab stunting, yaitu asupan makanan yang tidak seimbang, BBLR (Berat Badan
Lahir Rendah) dan riwayat penyakit. Faktor pendukung terjadinya stunting di Indonesia
adalah status sosial ekonomi rumah tangga yang rendah, pemberian ASI
noneksklusif, bayi lahir prematur, dan pendidikan orang tua. Anak-anak dengan
keadaan rumah yang kotor, jamban yang kurang terawat dan air yang tidak bersih
juga berisiko. Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan
stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan
sanitasi (akses air bersih).
- Asupan
Makanan yang Tidak Seimbang
Upaya perbaikan gizi dilakukan dengan pengaturan pola makan.
Asupan gizi yang seimbang berpengaruh dalam proses pertumbuhan anak sehingga
pola makan yang baik dan teratur perlu diperkenalkan sejak dini. Hasil
penelitian Waladow (2012) menyatakan bahwa pola makan yang baik belum tentu
makanannya mengandung asupan gizi yang benar. Sejumlah balita memiliki pola
makan baik tapi tidak memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang seimbang.
Asupan gizi seimbang dari makanan memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan
anak. Hal ini menunjukkan bahwa stunting sering ditemukan pada anak yang pola
makannya kurang. Pola makan yang baik terdiri dari mengonsumsi makanan yang
berkualitas yaitu mengonsumsi makanan yang sehat dan bervariasi, serta
mengonsumsi makanan yang cukup dari segi kuantitas diikuti dengan menerapkan
perilaku makan yang benar.
Rendahnya pola asuh juga menyebabkan buruknya status
gizi balita. Pola asuh yang buruk indikatornya adalah pada pemberian makan, ini
menyebabkan asupan makan balita menjadi kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya
sehingga tidak terpenuhi kecukupan zat gizinya dan balita rawan mengalami
stunting.
- BBLR
(Berat Badan Lahir Rendah)
Penyebab utama stunting yang kedua adalah berat bayi
lahir rendah (BBLR). BBLR dimaknai sebagai bayi lahir dengan berat badan kurang
dari 2.500 gram tanpa melihat masa kehamilan. BBLR terkait dengan mortalitas, mobilitas
janin, neonatal, gangguan pertumbuhan, gangguan perkembangan kognitif dan
penyakit kronis di masa mendatang. BBLR di negara-negara berkembang cenderung
mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin karena status gizi ibu dan angka
infeksi yang meningkat dibandingkan
dengan negara-negara maju. Status gizi ibu sebelum dan selama hamil merupakan salah
satu penyebab BBLR.
Penelitian menunjukkan bahwa bayi dengan BBLR memiliki
risiko lebih besar untuk mengalami gangguan perkembangan dan pertumbuhan pada
masa anak-anak sampai dengan usia 2 tahun dan akan berlanjut pada 5 tahun
pertama kehidupan jika tidak diimbangi dengan pemberian stimulasi yang lebih.
Bayi yang lahir dengan berat kurang dari rata-rata (<2500g) masih berpeluang
memiliki panjang tubuh standar saat lahir, tetapi stunting akan terjadi
beberapa bulan kemudian. Oleh karena itu, anak yang lahir dengan berat badan
rendah harus sadar akan stunting.
Mengidap penyakit tertentu dalam jangka waktu lama
merupakan faktor penyebab stunting. Salah satu penyakit yang berlangsung lama adalah
karies gigi. Karies gigi menjadi variabel penyebab terganggunya fungsi
pengunyahan, mempengaruhi nafsu makan dan intake gizi, berdampak terhadap
gangguan pertumbuhan hingga mempengaruhi status gizi anak. Faktor penyebab
karies antara lain host (gigi dan saliva), mikroorganisme (plak), substrat (karbohidrat)
dan ditambah faktor waktu). Faktor predisposisi karies antara lain pengalaman
karies, usia, sosial ekonomi, jenis kelamin, geografis, dan perilaku kesehatan
gigi.
Karies gigi pada anak dapat menimbulkan
gangguan pencernaan dan kesulitan makan yang menyebabkan gangguan adanya
hubungan karies gigi dengan status gizi anak sekolah dasar, adanya hubungan
karies gigi dengan tingkat konsumsi energi dan protein pada anak. Kejadian infeksi dapat menyebabkan penurunan nafsu makan,
penurunan absorbsi, yang berakibat penurunan mikronutrien dalam tubuh. Kejadian
infeksi yang menyebabkan penurunan nafsu makan dikaitkan dengan terjadinya
karies gigi. Akibat dari karies gigi tentunya menyebabkan rasa sakit, pada
akhirnya akan mengganggu fungsi pengunyahan. Terganggunya fungsi pengunyahan akan
berpengaruh terhadap asupan gizi individu dan status gizinya. Jika status gizi
terganggu maka beresiko terjadinya stunting.
DAMPAK
STUNTING TERHADAP KESEHATAN GIGI DAN MULUT
Dampak pertumbuhan anak stunting tampak pada erupsi
giginya. Erupsi gigi diartikan sebagai pergerakan gigi dari
tempat pembentukannya di dalam tulang alveolar kearah dataran oklusal pada
kavitas oral. Erupsi gigi sering digunakan untuk memperkirakan umur anak, juga
digunakan untuk menilai maturasi gigi dan dental age secara klinis.
Anak dan balita dengan stunting mengalami malnutrisi
yang mengakibatkan pertumbuhan tulang yang terhambat. Erupsi gigi erat
kaitannya dengan pertumbuhan tulang. Proses erupsi gigi melibatkan proses
maturasi dan kemampuan tulang periodontal untuk mendukung keberadaan gigi
tersebut.
Sebuah
penelitian menemukan bahwa metabolisme tubuh pada anak stunting mengalami keterlambatan
erupsi gigi ditemukan pada anak-anak masa perang dunia II, hilangnya gigi sulung
pada anak hingga usia 13 tahun saat perang dunia II akibat masyarakat mengalami
kesulitan dalam memperoleh makanan yang bernutrisi baik untuk dikonsumsi.
Sumber:
Katohe ZR, Wowor VNS, Gunawan PN. Perbandingan
Efektivitas Pendidikan Kesehatan Gigi Menggunakan Media Video dan Flip Chart
Terhadap Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut Anak. e-GIGI. 2016;
4: 96–101. DOI: 10.35790/eg.4.2.2016.134905.
Litbangkes. Angka stunting turun di tahun 2021
[Internet]. Badan Litbangkes Kemenkes RI. 2021. h.1
Putri RA. Hubungan Cara Menggosok Gigi Terhadap
Kejadian Karies Gigi Pads Anak Usia Sekolah Di Sd Negri 06 Kecamatan Pontianak
Utara. J Proners. 2017; 3: 1–8. DOI: 10.26418/jpn.v3i1.2235910.
Ratnasari, E Gultom, Andriyani D. Tingkat Keparahan
Karies dan Status Gizi pada Anak Sekolah Usia 7 – 8 Tahun. Jurnal Keperawatan.
2014;10(1): 33-7
Triawanti, Taupiek R. Hubungan antara status gizi
pendek (Stunting) Dengan Tingkat Karies Gigi. Dentino Jur. Ked.Gigi. 2016;1(1):
88–93.
Tri Kurniawati. Langkah-Langkah Penentuan Sebab
Terjadinya Stunting Pada Anak. PEDADOGI:Jurnal Anak Usia Dini dan Pendidikan
Anak Usia Dini. 2017;3(1): 58-69
Waladow
G, Sarah MW, Julia VR. Hubungan pola makan dengan status gizi pada anak usia
3-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Tompaso Kecamatan Tompaso. ejournal
keperawatan. 2013; 1(1):1-6. Available from: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2184/1742
Komentar
Posting Komentar